Masjid Besar Panai terletak di Jalan Panglima Besar Sudirman, Kota Labuhanbilik. Masjid ini selesai dibangun sekitar tahun 1920. Oleh Raja Kerajaan Panai bernama Raja Tengku Kelana Putra. Arsitektur bangunan Masjid Besar Panai ini mirip dengan bentuk bangunan Masjid bercorak melayu lainnya yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara.
Masjid tersebut hingga kini masih berdiri kokoh. Di bagian kiri luar Masjid Besar Panai terdapat menara yang menjulang tinggi. Di bagian depan dan samping kiri-kanannya terdapat jendela bergaya khas melayu.
Di dalam masjid terdapat mimbar tempat khutbah berumur puluhan tahun yang terbuat dari kayu. Di bagian dalam masjid juga terdapat empat buah tiang penyangga yang masih tampak asli dan kokoh. Bangunan Masjid Besar Panai ini telah mengalami beberapa kali perbaikan. Khususnya pada bagian depan yakni tempat berdirinya imam dalam sholat berjamaah. Untuk saat ini dana pemeliharaan masjid seluruhnya bergantung pada infak jamaah
SEJARAH KERAJAAN PANAI
Kerajaan Panai pada masa kolonial merupakan daerah yang termasuk dalam Residensi Sumatera Timur (menurut strukturnya, mulai terbentang dari Tamiang hingga daerah Riau).
Pada masa kolonial, daerah Panai / Labuhanbilik merupakan pelabuhan ketiga terbesar setelah pelabuhan Belawan dan Tanjung Balai. Begitu pesatnya, akhirnya terdapat perwakilan dagang asing di daerah ini seperti : Guntzel Schumacher ( Jerman ), Herrison ( Inggris ), Vanni dan Deli Aceh ( Belanda ). Selain itu terdapat juga sarana angkutan antar pulau / pelayaran asing seperti kapal “SS Ayutia” milik Jerman, K.P.M ( Belanda ).
Kapal pelayaran ini bergerak menuju Singapura, Malaysia, bahkan menuju Eropa. Saat pecah perang dunia pertama (1914-1918), kapal “SS Ayutia” berlabuh selama 4 tahun di Labuhanbilik.
Labuhanbilik atau Panai didirikan oleh Sutan Kaharuddin ( Marhum Kaharuddin ), Raja Kerajaan Panai ke 4, disekitar tahun 1815. Sebelumnya pusat kerajaan masih berada di hulu sungai. Sementara itu, Kerajaan Panai dibentuk oleh Raja Murai Perkasa Alam.
Asal nama Panai hingga saat ini belum ada yang pasti. Ada yang mengatakan nama Panai berasal dari bahasa Minangkabau (Paneh) yang artinya Panas. Hal ini ada juga benarnya mengingat daerah Panai merupakan daerah yang agak panas udaranya. Juga adanya petunjuk dari barang-barang peti kemas yang dibawa oleh kapal pengangkutan yang menujukan ke Paneh Labuhanbilik.
Sepuluh abad yang lalu, sebelum Kerajaan Panai berdiri, nama Panai atau Pannai telah ada. Nama ini ditemukan pada tahun 1030 masehi dalam sebuah prasasti. Oleh Prof. Nilakanta Sastri, seorang sarjana India, mahaguru Universitas Madras, pada tahun 1940 menterjemahkan isi prasasti tersebut ke dalam bahasa Inggris. Prasasti ini merupakan peninggalan Raja Rayendra Cola I, Kerajaan Tanjore (India Selatan), yang mana pernah melakukan penyerangan ke beberapa wilayah, termasuk wilayah Pulau Sumatera. Daerah yang menjadi tempat penyerangan di Pulau Sumatera antara lain Kerajaan Lamuri (Aceh), Pannai (Sumatera Timur), dan Sriwijaya (Sumatera Selatan).
Salah satu isi atau nukilan dari prasasti tersebut adalah : "Pannai with water in its bathing ghats". Pannai yang dimaksud disini terletak di daerah sungai Barumun (Panai), wilayah Sumatera Timur. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya berupa patung-patung tembaga di Padang Lawas oleh Prof. Schnitger, sarjana Belanda, pada tahun 1936. Salah satu diantaranya yaitu Candi Bahal I, merupakan bukti peninggalan Raja Rayendra Cola I yang pernah memasuki wilayah Sumatera Timur (Panai).
Namun, ada yang sangat berbeda dari isi prasasti tersebut (yang menyebut nama Pannai). Isi prasati yang menyebut nama Pannai terlalu sangat sederhana, sangat berbeda dengan isi prasasti yang menyebutkan nama daerah lain yang menunjukkan kedahsyatan penyerangan (pertempuran) yang dilakukan oleh Raja Rayendra Cola I. Sebagai contoh yaitu : "(Rayendra) having despatched many ships in the midst of the rolling sea and having caught Sanrama Vijayattunggavarman, the King of Kadaram, together with the elephants in his glorious army, (took) the large heap of treasures which (that king) has rightfully accumulated".
Dari nukilan prasasti tersebut dapat diketahui betapa dahsyatnya penyerangan yang dilakukan oleh Raja Rayendra Cola I hingga akhirnya Raja Kadaram (Sang Rama Wijayatunggawarman) dapat ditawan. Hal ini sangat berbeda dengan nama Pannai, sepertinya tidak terjadi pertempuran.
Dapat ditarik kesimpulan yaitu, masuknya Raja Rayendra Cola I ke wilayah Pannai sepuluh abad yang lalu, mereka hanya menemukan daerah itu (Padang Lawas) masih sedikit penghuninya, belum ada kesatuan hukum, ataupun belum ada ikatan kelompok yang dapat dikatakan sebagai sebuah Kerajaan.
Dari keterangan diatas, adanya nama Panai tentu setidaknya melibatkan nama sungai Panai (Barumun) ataupun sungai Batang Pane, anak cabang sungai Barumun. Diduga, nama sungai- sungai ini telah ada sebelum datangnya Raja Rayendra Cola I, kemudian dengan nama sungai inilah mereka gunakan untuk dituliskan dalam prasati.
Raja Murai Perkasa Alam juga ada kemungkinan menamakan daerah kerajaannya (Kerajaan Panai) bersumber dari nama sungai.
Demikianlah uraian singkat asal nama Kerajaan Panai. Walaupun demikian, data-data yang dituliskan diatas bukanlah menjadi data-data mutlak, namun jika ingin lebih dalam mengetahuinya lagi tentu akan sangat sulit ditelusuri. Yang pastinya, nama Panai atau Pannai telah ada 10 abad yang lalu. tetapi alangkah baiknya kalo kita mencari tau lbih dlam lagi..
Nah sekarang para sahabat sudah pada tau kan, gimana sejarah kota kita.. cari lah informasi lebih dalam lagi tentang kota kita... kalo anda sudah menemukan informasi sejarah tersebut, jika ada waktu luang,, coba berbagi dengan saya.
Referensi: http://panekotaku.blogspot.com/2011/07/labuhanbilik-pane.html?m=1
Share this
EmoticonEmoticon